Optimalisasi Pemahaman Nilai Pancasila dan
Kewarganegaraan:
Suatu Upaya untuk Menumbuhkan Harmonisasi Budaya
Menuju
Kebangkitan Nasional*
Oleh: Moh Wahyu S
Sudah lebih dari
setengah abad negeri ini memperoleh suatu anugerah kemerdekaan secara kasat
mata. Sebagai hasil perjuangan para pahlawan terdahulu. perjuangan yang dimulai
dari adanya keberanian untuk bangkit dari keterpurukan, bangkit dari penjajahan
yang telah bermula sebelum pemberian anugerah kemerdekaan. tentunya anugerah
kemerdekaan itu tidak serta-merta datang kepada bangsa dan negara ini dengan
begitu saja. adalah suatu perjuangan yang besar dalam merebut kemerdekaan yang
dilakukan oleh para pejuang terdahulu. para pejuang yang telah rela
mengorbankan harta hingga nyawanya sendiri demi kemajuan bangsa yang lebih
baik. tentunya perjuangan itu dimulai dari keinginan untuk bangkit memperoleh
kehidupan yang lebih baik. Apabila dilihat dari kondisi sosio-geografis, negeri
yang mempunyai ribuan pulau ini tentunya juga mempunyai ragam budaya
masing-masing yang khas. jadi, suatu hal yang luar biasa yang biasa
membangkitkan rasa persatuan dan kesatuan para pejuang bangsa di masing-masing
wilayah di negeri ini mengingat bahwa perjuangan mereka pada mulanya masih
bersifat ras dan kedaerahan.
Namun, kemerdekaan dalam arti yang
sebenarnya malah hilang dari sendi-sendi kehidupan masyarakat bangsa ini.
secara tidak langsung terjajah oleh bangsa lain dalam hal kegiatan sosial
ekonomi perdagangannya. Dan adalah lebih parah lagi, terjajah oleh angsa
sendiri yang begitu egois dan serakah. lihat saja informasi dan yang setiap
harinya terbit di media cetak, setiap detiknya selalu update di media online. Sebagian
besar berita-berita tersebut adalah berita-berita yang dalam pandangan negatif.
Pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, KDRT, kerusuhan-kerusuhan antar
etnis dan agama, terorisme, dan masih banyak lagi macam lainnya. sehingga
nampak sekali bahwa bangsa ini semakin jauh saja dari cita-cita luhur bangsa
ini. Termasuk juga akses untuk mendapatkan hak pendidikan dan kesehatan yang
semakin sulit dijangkau oleh masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah.
Indonesia sebagai negara yang
multikultur, multietnis, dan multireligi, tentunya memerlukan suatu perekat
bangsa yang bisa menyatukan ke semua perbedaan tersebut. kita tidak bisa
menyalahkan akan sistem pemerintahan yang dijalankan di negeri ini. Sistem
demokrasi yang dijalankan kini sudah semakin jauh dari tujuan demokrasi itu
sendiri. kebebasan yang ada sekarang malah lebih mengarah kepada liberalis.
Namun tidak bijak apabila dikatakan tidak demokratis, sementara di sisi lain
masih banyak warga negara kita yang kehilangan hak untuk memperoleh fasilitas
sosial sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar negeri ini.
Tidak hanya pada sistem pemerintahan
semata, dalam kehidupan sehari-hari juga perlu adanya toleransi antar golongan,
Dalam arti toleransi dalam umat beragama, toleransi antar suku dan etnis, dan
toleransi antar budaya. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi, sebagian besar
biasanya disebabkan agama dan etnisitas. Agama sebagai suatu unsur kebudayaan
yang paling vital dan sensitif tentunya memerlukan perhatian yang serius dari
para pengatur kebijakan. Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) merupakan
salah satu wadah untuk membentuk sikap dan perilaku yang toleran. Namun, perlu
digaris bawahi adalah bahwa toleransi itu tidak seperti cuek atau acuh tak
acuh/ tidak peduli. Toleransi yang diharapkan ialah saling menghargai dan
menghormati supaya tercipta suasana kerukunan dan harmonis dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sekolah, mulai dari lembaga
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, Sebagai suatu wadah dalam dunia
pembelajaran formal dari suatu instansi pendidikan tentunya juga memiliki peran
yang begitu besar sebagai suatu bidang yang bertugas dalam peningkatan sumber
daya manusia. Materi-materi dasar yang diajarkan adalah sangat baik apabila
lebih diarahkan pada kepentingan umum dan kemajuan bangsa. Misalnya saja, apa pun
jenjang pendidikan dan apa pun bidang/jurusan yang ditekuninya apabila dihayati
sebagai kegiatan pembelajaran untuk kemajuan bangsa dan negara tentunya akan
berbeda dengan pembelajaran sekolah yang hanya sebagai legal-formalitas saja.
Lembaga pendidikan juga sebagai wadah awal dalam pembekalan manusia sebelum
terjun ke dunia kehidupan masyarakat, di samping pembelajaran dari orang tuanya
sendiri. Diharapkan dari adanya pembelajaran mengenai Pancasila dan
kewarganegaraan, para generasi penerus dapat lebih memahami akan nilai-nilai
luhur kehidupan yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara dan
menjiwainya.
Secara internal sendiri, para pembelajar lebih
memahami dan tentunya diharapkan juga bisa menerpakan akan nilai-nilai dasar
kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Apabila disarikan dari Pancasila
sendiri, "Ketuhanan Yang Maha esa" tentunya menjadi pedoman hidup untuk
beragama dan juga sebagai kendali sosial dalam menjalani kehidupan. Sebagai
manusia yang beradab, yang pasti juga akan memperhatikan jalan hidup baik yang
kan dipilih atau diambil untuk dijalaninya. dalam kegiatan pembelajaran formal,
nilai tersebut tentu perlu diarahkan (sekali lagi) ke arah yang mendukung atau
yang sesuai dengan cita-cita bangsa tentang kerukunan dan toleransi antar
golongan pada umumnya dan toleransi agama pada khususnya. Hal tersebut
sebagaimana yang diajarkan sebagai bentuk perwujudan dari bangsa yang bermoral
Pancasila. Rasa saling menghargai dan menghormati tentu juga akan menjadi pupuk
kehidupan dalam menjalani hidup bermasyarakat yang harmonis.
Apabila dilihat dan dimaknai secara
eksternal, pengaruh dari luar tentunya juga tidak kalah besar. Kalau orang tua
dulu sering berkata bahwa "galangan
kalah karo golongan". Pengaruh dari luar, baik dari keputusan oleh
para pengatur kebijakan publik, media massa, maupun masyarakat, tentu akan
membawa dampak pada perkembangan suatu individu (sebagai manusia pembelajar).
Untuk para pemegang pemerintahan yang mempunyai pengaruh secara legal, apabila
tidak memahami dan mengambil nilai-nilai dasar kepancasilaan yang akan
diterpakan dalam keputusannya, tentu akan menuai dampak yang kurang bagus.
Ambil saja contoh mengenai keputusan dari kebijakan mengenai pendidikan yang
baru-baru ini sedang hangat dalam pembicaraan publik yang berkaitan tentang
sistem pembiayaan pendidikan pada pendidikan tinggi yang mengerucut pada Uang
Kuliah tunggal (UKT). Kita tidak bisa serta merta langsung menyalahkan
keputusan tersebut, yang dinilai sebagai semakin mahalnya biaya untuk menempuh
pendidikan tinggi di Indonesia. Namun, yang perlu digaris bawahi dan perlu
diperhatikan oleh pemerintah mengenai pembiayaan yang berkeadilan itu ialah
adil sesuai porsinya masing-masing. Istilah adil tidak harus sama sepertinya
cukup tepat apabila ditaruh dalam simpang pembahasan ini. Misalnya saja bila
dibaratkan memberi pakaian kepada orang yang badannya besar dengan orang yang
badannya tidak begitu besar. Tentunya kita tidak bisa memberikan masing-masing
pakaian dalam satu ukuran yang sama. dari sini kita dapat melihat dari
pentingnya akan pemaknaan dari suatu bentuk "Keadilan Sosial bagi Seluruh
rakyat Indonesia". Adil dalam pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bagi
selurah bangsa, saling menghargai akan hak satu sama lainnya guna menciptakan
suasana harmoni untuk menuju kebangkitan nasional yang masyarakatnya berbudaya,
berbangsa, dan bernegara dalam arti yang sebenarnya.
Dari semua hal tersebut tentunya
akan sulit terwujud apabila tidak dimulai dari yang terkecil. Dengan sikap
saling menghargai dan menghormati serta peduli yang dimulai dari lingkungan
rumah tangga, dari pergaulan dalam kelas, dari pergaulan organisasi, dan
akhirnya akan menyebar dan tumbuh pada kehidupan negara Indonesia.
*Esai ini merupakan tulisan yang pernah saya ikutkan dalam lomba menulis tahun 2014
0 comments:
Posting Komentar